Memori jangka pendek dan jangka panjang
Kemampuan manusia untuk menghafal didukung oleh kekuatan memori dalam
otak. Memori merupakan kemampuan untuk menyimpan dan mendapatkan
kembali informasi yang berkaitan dengan pengalaman sebelumnya. Memori
manusia terdiri dari dua jenis yaitu memori jangka pendek (short-term memory) dan memori jangka panjang (long-term memory).
Memori jangka pendek dapat menggambarkan hasil penangkapan indra yang
bersifat segera mengenai suatu objek atau ide yang terjadi sebelum
bayangan objek atau ide tersebut disimpan. Sebagai contoh memori jangka
pendek ketika seseorang menekan 12 digit nomor telepon di handphone
tanpa melihat segera setelah membaca nomor tersebut di buku telepon.
Jika nomor tersebut sering dihubungi, maka nomor tersebut akan disimpan
dalam memori jangka panjang dan masih dapat diingat beberapa minggu
setelah saat pertama membacanya. Hal yang terpenting untuk kita ketahui
adalah bahwa pemindahan informasi dari memori jangka pendek ke memori
jangka panjang dapat ditingkatkan melalui pengulangan.
Menghafalkan Al Quran dapat melibatkan memori jangka pendek dan
memori jangka panjang. Memori jangka pendek digunakan tatkala kita
membaca satu ayat kemudian menghafalnya. Hafalan ini akan berpindah
menjadi memori jangka panjang jika satu ayat yang dihafal ini mengalami
pengulangan-pengulangan. Demikian pula untuk hafalan satu ruku’, satu
halaman, atau satu surat dalam Al Quran. Tanpa adanya
pengulangan-pengulangan maka hafalan hanya akan bersifat sementara
karena yang terlibat adalah memori jangka pendek yang bersifat segera
dan belum tersimpan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dipahami bahwa menghafal Al
Quran harus menjadi rutinitas. Tugas seorang penghafal bukan hanya hafal
pada saat itu. Dia harus memindahkan hafalannya menjadi hafalan jangka
panjang yang dapat dengan mudah dipanggil kembali (recall) pada
saat dibutuhkan. Menghafal Al Quran bukan hanya menghafal 30 juz
kemudian berhenti, tetapi memelihara hafalan tersebut sehingga menjadi
hafalan jangka panjang. Itu semua tidak akan tercapai tanpa adanya
pengulangan.
Modalitas menghafal Al Quran
Kita sudah mengenal berbagai modalitas belajar.
Maka kita perlu mengenal pula modalitas menghafal. Modalitas belajar
setidaknya ada tiga yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Modalitas menghafal setidaknya ada lima, yaitu visual, verbal, auditori, kinestetik, dan hati. Menghafal dengan melibatkan kelima unsur ini akan menghasilkan hafalan yang lebih baik.
Langkah awal adalah membaca tulisan untuk memenuhi modalitas visual.
Melihat satu ayat dengan serta merta terbentuk memori jangka pendek,
terbentuk bayangan ayat itu tetapi belum tersimpan. Modalitas visual
dapat digabung dengan modalitas auditori, yaitu dengan melihat ayat
sambil mendengarkan audionya yang banyak tersedia. Langkah kedua adalah
membaca tanpa melihat tulisan untuk memenuhi modalitas verbal. Membaca
ayat yang sedang dihafal tanpa melihat tulisan di mushaf karena telah
memiliki memori jangka pendek. Kemudian dilakukan
pengulangan-pengulangan untuk memindahkan hafalan jangka pendek menjadi
hafalan jangka panjang.
Bagaimana dengan modalitas auditori? Sebenarnya kegiatan mendengarkan
sudah serta merta dilakukan pada saat kita membaca tanpa melihat
tulisan dan pada waktu kita melakukan pengulangan-pengulangan, yaitu
ketika kita membaca tanpa melihat tulisan, secara bersamaan kita sedang
mendengarkan suara hafalan kita sendiri. Sehingga semakin sering kita
melakukan pengulangan, semakin sering pula kita menggabungkan modalitas
verbal dan auditori yang cukup efektif. Tetapi kegiatan mendengarkan
juga dapat dilakukan secara terpisah, yaitu mendengarkan suara hafalan
dari rekaman atau audio yang banyak tersedia.
Lalu apa yang dimaksud dengan modalitas kinestetik dalam menghafal?
Modalitas ini dapat dilakukan dengan menuliskan ayat yang dihafal.
Langkah ini cukup efektif karena pada saat kita menuliskan ayat
tersebut, sebenarnya kita sedang melakukan tiga kegiatan sekaligus,
yaitu menulis, melihat tulisan kita sendiri, dan membaca dalam hati ayat
yang kita tulis atau bahkan membaca secara jahr apa yang kita tulis.
Jika kita membayangkan menghafal ayat per ayat kemudian menuliskannya,
mungkin terbersit rasa enggan karena berarti harus menulis ribuan ayat.
Tetapi langkah ini sebenarnya bukan hal yang tidak mungkin untuk kita
lakukan karena sudah pernah dilakukan hampir 15 abad yang lalu oleh para
sahabat khususnya sahabat Zaid bin Tsabit r.a.
Membaca dalam hati ayat yang ditulis akan mengantarkan pada kemampuan
untuk pengulangan hafalan dalam hati. Pengulangan hafalan dalam hati
adalah kegiatan mental yang cukup unik dan membutuhkan pembiasaan, yang
dapat kita lakukan pada saat kita mendengarkan murottal, pada saat kita
sedang menjadi makmum, atau pada saat kita mengikuti kegiatan tasmi’ Al
Quran. Pembiasaan ini akan menjadikan kita merasa nyaman dengan hafalan
kita, bahkan ketika kita sedang mengendarai kendaraan bermotor
sekalipun.
Membaca dan menghafal dalam hati adalah suatu kemampuan yang
membuktikan bahwa kita sudah melibatkan modalitas hati dalam menghafal
Al Quran. Lebih penting dari itu, melibatkan hati dalam menghafal adalah
membangun keikhlasan dalam hati kita, membangun kekuatan ruhiyah dalam
menghafal, dan menghafal dengan motivasi intrinsik dari dalam hati kita
sendiri sebagai perwujudan iman dan taqwa, sehingga upaya menghafal Al
Quran yang kita lakukan bukan hanya sebatas kegiatan visual yang
berhenti di mata, bukan hanya kegiatan auditori yang berhenti di
telinga, bukan hanya kegiatan verbal yang berhenti di lisan, dan bukan
pula kegiatan kinestetik yang hanya berhenti di tulisan dan suara.
Tidak ada komentar: