Kejadian mengggelitik beberapa waktu lalu di Ajibarang. Dari berita di sebuah media, dikabarkan sejumlah siswa SD menjajal ilmu kebal yang diperoleh dari seseorang. Caranya dengan dipukul beramai-ramai. Alhasil karena ilmu kebalnya itu aspal, asli tapi palsu, kontan dia babak belur. Yang akhir cerita masalah itu berujung di tangan polisi dengan delik penipuan.
Miris, tapi itulah sebagian perilaku anak –anak sekarang. Cenderung
berpikir instan. Hasil cepat dirasakan. Mencobai mengakali proses.
Barang kali ini akibat kemajuan zaman. Efek tehnologi yang serba cepat.
Apapun yang kita cari di internet misalnya, sekejap akan muncul ratusan
atau ribuan informasi. Salah dalam pola pengasuhan bisa juga sebagai
penyebabnya. Anak cenderung dimanjakan dan dituruti semua kemauan. Tanpa
berpikir apakah itu membawa kebaikan bagi anak kelak.
Tugas sekolah diantaranya yang penting adalah menyuntikkan virus anti
‘keinstanan’ini. Mengajarkan sekaligus melatih ilmu bagaimana menikmati
proses. Sesuatu itu butuh usaha, prihatin,
dan laku ikhtiar. Sejarah orang –orang sukses dan hebat di bidang apapun
punya pola yang sama menuju sukses. Mereka melewati cara dan di rel
yang benar. Mereka adalah orang yang teguh memegang prinsip
keberhasilan. Cita-cita besar-usaha keras-istiqomah-sukses. Demikian
pula orang-orang gagal mempunyai polanya tersendiri. Malaslah,
dipastikan engkau akan tertindas dan terlindas. Itu salah satu pola
rumusnya.
Menikmati proses. Ini yang saya lihat di balik program sukses Ujian
Nasional (UN) kelas enam. Banyak sudah program inovatif dijalankan. Dari
akademis, program ruhiah dan motivasi. Agenda waktu mensukseskan UN
dari pagi sampai sore, bahkan di rumah begitu terjadwal. Jangan tanyakan
gurunya. Saya tidak kuasa menjawabnya. Nilai UN yang maksimal itu
harapan semua. Dan seharusnya memang berkorelasi kuat usaha dengan
hasil.
Tetapi sebenarnya ada nilai lain yang sangat perlu kita harapkan.
Nilai menikmati proses itu. Nilai perjuangan dan kegigihan mencapai asa
dan cita. Itulah nanti yang diperlukan jangka panjang. Nilai UN paling
banter untuk syarat sekolah lanjutan. Sedang nilai menikmati proses tadi
syarat menang di kehidupan ke depan yang makin sarat tantangan.
Bukahkah sekelas nabi juga harus melewati proses dalam dakwahnya? Dan
sejarah mencatat di titik tertentu dari proses itu nabi mendapat
kemenangan.
Saya contohkan lagi sebuah kisah nyata dari kekuatan menikmati sebuah
proses. Tentu kamu mengenal 7up. Merk softdrink rasa jeruk nipis ini
terbilang cukup populer di penjuru dunia. Dibalik ketenaran merk 7up
rupanya ada kisah yang sangat menarik yang bisa kita petik dan kit tiru
dari sejarah 7up yakni dari arti sebuah kegigihan.
Awal mulanya perusahaan ini mengambil nama 3up sebagai merek sodanya.
Namun sayangnya, usaha ini gagal. Kemudian si pendiri kembali
memperjuangkan bisnisnya dan mengganti namanya dengan 4up. Malangnya,
produk ini pun bernasib sama dengan sebelumnnya. Selanjutnya dia
berusaha bangkit lagi dan mengganti lagi namanya menjadi 5up. Gagal
lagi. Kecintaanya pada soda membuatnya tak menyerah dan berusaha lagi
dengan nama baru 6up. Produk ini pun gagal dan dia pun menyerah.
Beberapa tahun kemudian, orang lain muncul dan membuat soda dengan nama
7up dan ternyata mendapat sukses besar.
Kita tidak tahu dititik mana proses itu akan menjelma berbuah hasil.
Maka selamat menikmati proses itu dan jangan lupakan menularkannya pada
siswa kita. Dengan begitu mereka menjadi orang yang gigih di berbagai
medan, tangguh di hadapan berbagai godaan. Semoga menjadi investasi
kita juga kelak di akherat.
Tidak ada komentar: