Tinggalkan Sekolah Sebelum Terlambat


Pendidikan memang penting. Sekolah tidak penting. Saya tidak membutuhkan sekolah. Begitu juga kalian. Saya adalah buktinya. Saya meninggalkan sekolah karena bangku sekolah tidak membantu saya. Saya merasa bahwa saya hanya membuang waktu.
Saya mengembangkan pendekatan sendiri terhadap pembelajaran. Saya belajar otodidak komputer. Sekarang usia saya 24 tahun. Saat ini menjadi manajer di Apple Computer, pembicara, dan pengajar di bidang pengujian perangkat lunak di sejumlah laboratorium dan universitas top di berbagai negara.
Saya belajar, tapi saya tidak sekolah. Sekolah hanya sementara tapi pendidikan tidak. Jika kalian ingin berhasil dalam hidup, temukanlah sesuatu yang membuat kalian takjub dan pelajarilah. Jangan menunggu sampai seseorang mengajari kalian. Semangat kalian yang berkobar-kobar akan menarik guru-guru untuk datang kepada kalian.
Jangan terkejut membaca tulisan barusan. Apalagi sampai menampakkan wajah merah dan marah. Itu sepenggal ide dari James Marcus bach dalam buku menariknya “Tinggalkan Sekolah Sebelum Terlambat” dari penerbit Kaifa Bandung. Gagasannya blak-blakan, nakal dan liar. Terkesan provokati tapi sesungguhnya sangat inspiratif. Bach ingin menunjukkan bahwa upaya untuk meraih kecerdasanlah yang membuat kita cerdas, bukan hanya IQ yang dibawa sejak lahir, atau sederet ijasah formal.
Sebuah autokritik menusuk dan menohok bagi yang berkecimpung di pendidikan. Apalagi kalau kita lihat fenomenanya :
  • Apakah sekolah benar-benar memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi anak. Tanyakan sepulang sekolah ke anak apa yang barusan diajarkan oleh guru? Jawaban yang meluncur “gatau” atau “wow asyik banget, Yah”.
  • Apakah sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak. Lihatlah siswa begitu senang atau sedih ketika diumumkan libur atau gurunya tak masuk. Wajah mereka gelisah pengalaman belajar menariknya usai sudah atau justur sumringah  begitu bel pulang, seolah terbebas dan terlepas dari penjara bernama kelas.
  • Apakah sekolah mampu mentrasfer nilai ke anak untuk mampu memecahkan persoalan disekitar mereka dan masa depannya. Nyatanya fakta dan data hasil pendidikan kita saat ini ada sekitar 750.000 pengangguran jebolan diploma dan sarjana. Jumlahnya akan membengkak jika ditambahkan lulusan SD sampai SLTA.
  • Lebih serius lagi apakah sekolah memfasilitasi bekal hingga ilmu anak bermanfaat. Kenapa? Cerita nyata bahwa pelaku kejahatan dengan resiko dan eskalasi tinggi justru dilakukan oleh kaum terdidik. Kasus korupsi, narkoba, seks oleh kalangan berpendidikan di negeri ini cukup sudah membuat goyang khas dan stabilitas negara dan goyah imunitas masyarakat kita. Dan, tinggal siap siap seperti dikatakanThomas Licona suatu bangsa menuju jurang kehancurannya.
Perlu sebuah perubahan. Tak sekedar gerakan tapi sampai gebrakan. Pandangan James Markus Bach tak salah tetapi juga tak semuanya benar. Kita buktikan sekolah pun bisa sebagai “surganya anak”. Rumah utama yang tiada dua. Bagaimana? Sabar dulu, insya Allah di tulisan depan kita diskusi langkah-langkahnya dari hal-hal substansi sampai suplementasi. Sebagai kata pengatup dan pengentup, baca keras-keras dalam hati kalimat berikut :
“Jangan pernah meragukan bahwa sekelompok kecil warga negara yang punya kepedulian besar dapat mengubah dunia. Justeru sebetulnya, inilah satu-satunya hal yang telah mengubah dunia ” (Margaret Mead)

1 komentar: